Hukum Aqiqah dalam Islam Disertai Dalil Penjelasan

Hukum Aqiqah – Assalamu’alaikum … Sobat muslim, selamat datang di portal Bunaya Aqiqah Jakarta.  Aqiqah merupakan hal yang sering diperbincangkan oleh umat muslim, mengenai pelaksanaannya hingga hukumnya dalam agama Islam. Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai aqiqah mari kita pahami dulu pengertian aqiqah menurut islam.

Aqiqah secara bahasa memiliki arti pemotongan. Sementara dalam syari’at islam memiliki arti sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Allah SWT atas bayi yang dilahirkan. Aqiqah juga diartikan sebagi kegiatan menyembelih kambing  pada hari ketujuh kelahiran seorang anak.

Hukum Aqiqah Menurut Al-Qur’an dan Hadits

Dalam Al-Qur’an lebih banyak dalil yang menerangkan tentang hal yang berhubungan dengan qurban daripada tentang Aqiqah. Namun inilah ayat-ayat yang sering dibacakan ketika pelaksanaan aqiqah adalah sebagai berikut.

  1. S Al Israa ayat 23-24
  2. S Yusuf ayat 64
  3. S Al-Hijr ayat 17
  4. S Al-Mukminun ayat 12-14

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya engkau jangan menyembah selain Dia dan hendaklah engkau berbuat baik pada ibu dan bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganalah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. “Q.S. Al Isra’ : 23”

Pelaksanaan Aqiqah lebih banyak dibahas dalam riwayat-riwayat hadits. Berikut riwayat-riwayat yang berhubungan dengan perintah Aqiqah :

Pertama

Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, beliau berkata : Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka hendak sembelihlah hewan dan hilangkan semua gangguan darinya.” (Hadits Riwayat Bukhari (5472).

Dalam kitab Fathu Bari (9/593) yang dimaksud dengan menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi atau menghilangkan semua gangguan yang ada.

Kedua

Dari Samurah bin Jundab, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya, yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (Kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya”. (Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81. Dan lain-lainnya).

Ketiga

Dari Aisyah RA, beliau berkata bawasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing dan bayi perempuan satu kambing.” (Shahih. Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158,251), Tirmidzi (1513), ibnu Majah (3163), dengan sanad Hasan).

Keempat

Dari Ibnu Abbas RA : Beliau berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Menaqiqahi Hasan dan Husain dengan masing-masing satu kambing.” (Hadits Riwayat Abu Dawud (2841) Ibnu Jarud dalam kitab Al-Muntaqa (912 Thabrani (11/316) dengan sanadnya shahih. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel ‘Ied )

Kelima

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya berkata Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” (Sanadnya hasan, Hadits Riwayat Abu Dawud (2843), Nasa’I (7/162-162), Ahmad (2286,3176) dan Abdur Razaq (4/330), dan dishahihkan olej al-Hakim (4/238)).

Keenam

Dari Fatimah Binti Muhammada berkta ketika melahirkan Hasan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang miskin seberat timbangan rambutnya.”(Sanadnya Hasan, HR Ahmad (6/390), Thabrani dalam “Mu’jamul Kabir ” 1/121/2, dan Al-Baihaqi (9/304) dari Syuraiq dari Abdillah bin Muhammad bin Uqoil).

Hukum Aqiqah Menurut Ulama

Sementara menurut pandangan ulama’ “Aqiqah” berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama memiliki beberapa pendapat yang bisa kita gunakan  sebagi referensi sekaligus penguat dari hukum aqiqah sendiri.

  1. Pendapat yang pertama, Hukum aqiqah adalah Sunah

Para ulama berpendapat berlandaskan riwayat  yang berbunyi :

“Salman bin Amr Adl Dlabbi telah menceritakan kepada kami bahwa ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwasanya : Pada anak lelaki ada kewajiban Aqiqah, maka potonglah hewan sebagai aqiqah dan buanglah keburukan darinya” (Hadits Riwayat Al – Bukhari)”.

Selain hadits di atas, ulama juga berpendapat berdasarkan riwayat dari Samurah bin Jundub, Rasulullah SAW bersabda “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuhnya, dicukur rambutnya dan diberi nama. (Hadits Riwayat Abu Daud)”

Dari hadits-hadist tersebut, Jumhur ulama menyatakan bahwa aqiqah adalah sunnah yang disukai dan selalu dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

“Aisyah pernah mengabarkan, bahwa Rasulullah SaW memerintahkan  kepada para sahabatnya untuk menyembelih 2 ekor kambing yang cukup umur untuk anak laki-laki dan 1 ekor untuk anak perempuan. (Hadits Al- Tirmidzi) ”

Riwayat tersebut menurut para ulama’ adalah anjuran, serta diperkuat  dalam riwayat lain, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi bersabda :

“Barang siapa yang hendak menyembelih untuk anaknya maka hendaklah ia menyembelih untuknya, anak laki-laki 2 kambing dan 1 kambing untuk anak perempuan (Hadits Riwayat Abu Daud).

  1. Pendapat yang kedua, Hukum aqiqah adalah WAJIB

Pendapat yang kedua ini, berlandaskan riwayat dari Salman dan samurah. Ibnu Hazm menyatakan bahwa pada hadits tersebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beraqiqah dan itu kewajiban sebagaimana telah disebutkan. Tidak halal bagi seseorang untuk membawa perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan boleh meninggalkannya kecuali jika ada nash lain yang dapat memalingkannya.

  1. Pendapat yang ketiga, Hukum Aqiqah adalah Mubah ..

Madzhab hanafi berpendapat bahwasanya pelaksanaan aqiqah itu tidak wajib. Mereka menganggap aqiqah mubah dengan dalil hadits :

“Barang siapa yang hendak menyembelih untuk anaknya maka hendaknya ia menyembelih untuknya, untuk anak laki-laki 2 kambing dan untuk anak wanita 1 kambing”.

Sementara pendapat yang dihapus adalah riwayat aisyah bahwa qurban itu menghapus darah sebelumnya.

Pada Pendapat ulama’ selanjutnya yaitu mereka menganggap bahwa aqiqah adalah kebahagiaan dan kebahagiaan itu adalah dengan lahirnya seorang anak laki-laki, dengan begitu Husamuddin menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah dan al maw’ardi jauh sekali menurut ulama’karena Allah mencela orang jahiliyyah yang beranggapan bahwa perempuan adalah sebuah kesialan dan menganggap bahwa perbuatan mereka bathil. Hal itu tertuang dalam Al- Qur’an pada surat An – Nahl 58:59.

Pendapat Hasamuddin setelah mendiskusikan dan meneliti pada dalil-dalil tiap kelompok. Beliau mengatakan bahwa pendapat yang paling unggul menurut jumhur ‘Ulama’ hukum aqiqah adalah sunah muakkadah (Al-Mufashal, 2003:66)

Hukum Aqiqah Anak yang Sudah Dewasa

Sahabat muslim, pasti banyak pertanyaan mengenai pelaksanaan aqiqah bagi anak yang sudah dewasa. Berdasarkan riwayat-riwayat di atas, perintah aqiqah adalah pada hari ketujuh. Namun menurut Imam Hambali jika kita luput dari hari ke 7 maka aqiqah dapat dilaksanakan hari ke-14 atau  hari ke -21. Pada prakteknya ternyata tidak semua melaksanakan pada hari-hari di atas.

Para Ulama’ Syafi’iyah menyatakan bahwa aqiqah adalah tangungjawab orang tua sampai ia aqil baligh, namun jika sudah dewasa namun belum melakukan aqiqah maka kewajiban orang tua mengaqiqahkan gugur, tapi anak memiliki pilihan untuk mengaqiqahkan diri sendiri (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30:279)

Begitu juga dengan penulis kitab Mughnil Muhtaj, As Syarbini Rahimahullah berkata, jika telah mencapai usia baligh hendaklah anak menagaqiqahi diri sendiri untuk mendapati yang telah luput (Mughnil Muhtaj 4:391)

Dalam Al-Qur’an pun sudah dijelaskan jika kita belum mampu, maka hendak bertaqwalah sesuai kemampuan.

Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghobun: 16).

Begitulah hukum Aqiqah menurut Islam, sahabat muslim yang sudah membaca mungkin sudah mulai terjawab pertanyaan-pertanyaannya. Semoga bermanfaat , terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr .wb.